Jakarta, - Raja Ampat yang dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keindahan laut dan biodiversitas terkaya di dunia, kini berada dalam ancaman besar akibat keberadaan tambang nikel yang telah diberikan izin sejak tahun 2017. Izin ini menandai babak baru kerusakan ekologis di kawasan yang seharusnya dijaga sebagai bagian dari warisan dunia dan benteng terakhir keanekaragaman hayati laut.
Pemerintah,
khususnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dinilai gagal total dalam mengelola
konflik ekologis dan sosial yang ditimbulkan. Alih-alih mengambil langkah
preventif, Bahlil justru tampil dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat
reaktif dan tidak menyentuh akar persoalan. Dalam berbagai forum, ia menyebut
kritik atas aktivitas tambang nikel di Raja Ampat sebagai “campur tangan asing”
yang ingin menggagalkan agenda hilirisasi Indonesia.
"Pernyataan tersebut adalah bentuk pengalihan isu yang mencederai kepedulian masyarakat lokal dan aktivis lingkungan yang selama ini konsisten menyuarakan perlindungan Raja Ampat," ujar Ketua PB PMII Bidang OKP, Kemahasiswaan, LSM, dan Ormas, M. Muham Tashir, Ahad (8/6/2025).
Lebih lanjut, Bahlil sempat berjanji menghentikan sementara aktivitas tambang di Raja Ampat karena tekanan media dan sorotan publik. Namun, langkah itu tidak disertai dengan komitmen jangka panjang atau revisi izin yang telah terlanjur dikeluarkan.
“Kami sangat kecewa dengan sikap pemerintah, khususnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Alih-alih hadir sebagai pelindung kepentingan ekologis dan masyarakat adat, beliau justru tampil dengan respons reaktif dan pernyataan yang tidak solutif,” tegasnya.
Hal ini memperkuat kesan bahwa pemerintah lebih mementingkan kepentingan ekonomi ekstraktif ketimbang keseimbangan ekologis dan perlindungan masyarakat adat. Padahal, keberadaan tambang nikel di Raja Ampat secara jelas melanggar Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyatakan bahwa pulau dengan luas kurang dari 2.000 km² dilarang dijadikan lokasi tambang.
Tuntutan PB PMII:
- Cabut
izin tambang nikel di wilayah Raja Ampat secara permanen.
- Evaluasi
dan copot Bahlil Lahadalia dari jabatannya sebagai Menteri ESDM karena gagal mengakomodir
kepentingan masyarakat dan ekosistem laut.
- Tegakkan
UU No. 1 Tahun 2014 secara konsisten tanpa pengecualian demi menyelamatkan lingkungan
dan generasi mendatang.
- Hentikan
narasi pengalihan isu dengan menyalahkan pihak asing, karena kritik datang dari
suara rakyat dan komunitas lokal.
Raja Ampat bukan tempat untuk eksploitasi ekonomi yang rakus. Ia adalah simbol keindahan, keseimbangan, dan keberlanjutan. Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada rakyat dan lingkungan, bukan hanya kepada investor.
Ketua PB PMII Bidang OKP, Kemahasiswaan, LSM, dan Ormas, M. Muham Tashir. Foto: dok Pribadi