Ironi Indonesia: Negara Kaya yang Miskin

Oleh: Ali Ruhiyat (Lembaga Filantropi PB PMII)

Berbicara Indonesia, hal yang pertama muncul dalam benak saya adalah sebuah wilayah yang disebut negara dengan segudang potensi sumber daya alamnya yang melimpah. Tentu berbicara mengenai sumber daya alam yang ada di indonesia, tidak akan lepas dari letak geografis Indonesia yang berada pada jalur khatulistiwa dan bermusim tropis sehingga hal tersebut membuat Indonesia menjadi salah satu negara penghasil rempah terbesar di Indonesia. Selain daripada itu, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki hutan yang luas sehingga membuat negara ini menjadi salah satu paru-paru dunia karena menjadi negara penghasil oksigen tersebar di dunia.

Selain memiliki sumber daya alam yang melimpah, Indonesia juga memiliki ragam budaya, suku dan bahasa yang melekat pada diri masyarakat Indonesia. Ada suku Sunda, Jawa, Madura, Betawi, Batak, Dayak, dan masih banyak suku lainnya. Dimana dari setiap suku memiliki kebudayaannya masing-masing, bahasanya, serta tradisi ikonik masing-masing suku tersebut.

Bahkan mengenai asal usul nenek moyang bangsa Indonesia, dari beberapa literatur yang sya baca terdapat dua pandangan yang berbeda. Pernah saya dulu membaca salah satu buku nya Tan Malaka yang menyebutkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang petani, sehingga terbentuklah sebuah slogan Indonesia negara agraris. Pandangan lainnya ketika saya membaca salah satu bukunya Mahbub Djunaidi yang menyebutkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang pelaut atau nelayan, sehingga terciptalah slogan Indonesia negara maritim. Benar atau tidaknya dua pandangan tersebut, jika melihat letak geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang didalamnya terdapat 5 pulau besar dan ratusan ribu pulau kecil, serta memiliki laut yang cukup luas sudah barang tentu mata pencaharian masyarakat Indonesia kebanyakan adalah seorang petani dan seorang nelayan karena fitrah manusia dalam bertahan hidup adalah dengan cara memanfaatkan potensi alam yang ada di sekitarnya.

Menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia memiliki 17.499 pulau dengan luas total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah tersebut, 3,25 juta km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2 adalah Zona Ekonomi Eksklusif. Hanya sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan.

Tetapi, disini saya tidak akan menjelaskan panjang lebar terkait kondisi geografis negara Indonesia, bermacam-macam sumber daya alam yang dimiliki, ataupun nenek moyang bangsa Indonesia. Penjelasan mengenai itu justru akan saya jadikan sebuah bahan untuk mengkomparasikan dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini. Yang mudah-mudahan menjadi bahan refleksi untuk kita semua selaku masyarakat Indonesia.

Jika melihat sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia, tentunya secara logika sederhana pastilah sumber daya alam tersebut bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakatnya. Apalagi jika mengacu pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 yang berbunyi bahwa Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka. seharusnya pemerintah atau pejabat yang dalam hal ini diamanati untuk mengurus negara sekaligus rakyatnya harus sadar betul bahwa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah salah satu point penting yang harus segera diwujudkan. Baik itu bisa melalui regulasi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan yang lebih pro kepada rakyat kecil ataupun skema pengelolaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Tetapi realita hari ini, jika saya melihat secara kasar dan menurut pandangan saya sendiri, bahwa kata sejahtera masih sangat jauh dari rakyat Indonesia. Bisa dilihat dari kehidupan masyarakatnya yang semakin jelas ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Yang kaya semakin kaya, dan yang miskin sepertinya akan tetap seperti itu. Akan tetapi saya tidak akan lebih jauh membahas terkait peran serta pemerintah dalam tugasnya untuk mensejahteraan rakyatnya, karena sudah cukup banyak orang-orang yang menulis tentang hal itu, dan kalaupun saya memaksakan untuk membahas itu dalam tulisan saya ini, substansinya pasti tidak akan jauh berbeda dari tulisan-tulisan yang telah lebih dulu ditulis oleh orang lain. Justru saya disini lebih tertarik pada pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia.

Pengelolaan sumber daya alam adalah suatu upaya untuk merencanakan, menggunakan, dan mengelola sumber daya alam secara sadar dan bijaksana untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup manusia di masa kini dan di masa depan. Maka dari itu, pengelolaan sumber daya alam harus bisa berkelanjutan. Ada dua prinsip pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, yaitu pertama, sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dalam artian terbatas harus bisa dijaga ketersediaanya dan digunakan secara efektif, efisien, dan tentunya bertanggung jawab. Kedua, melihat semakin bertambahnya penduduk, otomatis kebutuhan hidup pun akan semakin meningkat, sehingga potensi sumber daya alam harus bisa mendukung kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan. Jika melihat dua prinsip tersebut diatas, ada banyak cara penerapan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, seperti mengurangi eksploitasi alam secara berlebihan, menggunakan sumber daya alam secara efisien, pengolahan barang tambang sebelum di ekspor agar memiliki nilai jual yang tinggi dan mengurangi penggunaan barang tambang -bisa juga dengan mencari alternatif penggunaan bahan bakar minyak seperti energi terbarukan pengganti energi yang sekarang-, dan juga menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan.

Prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan bisa diimplementasikan tatkala masyarakat -terlebih pemerintah yang mempunyai otoritas untuk membuat semacam regulasi tersebut- sudah sadar akan pentingnya sumber daya alam bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Apalagi jika melihat kondisi hidup masyarakat yang semakin teralienasi oleh pesatnya ekonomi yang kapitalistik. Paradigma ekonomi yang kapitalistik lambat laun akan mengakibatkan rusaknya sumber daya alam yang ada karena metode pemanfaatannya yang eksploitatif dan ekstraktif sehingga mengindahkan alam sebagai salah satu pondasi fundamental dalam kehidupan. Terlebih hari ini masyarakat Indonesia sudah sangat jarang mengaplikasikan prinsip-prinsip kebudayaan yang sudah melekat dan turun temurun. Padahal, dalam beberapa kebudayaan masyarakat Indonesia, ada sebuah nilai luhur penting yang memberikan edukasi pentingnya menjaga kelestarian alam serta memanfaatkan alam secukupnya dan sewajarnya saja.

Ada salah satu nilai luhur dalam kebudayaan suku Sunda, dimana dalam pemetaan dan pemanfaatan alamnya itu ada sebuah tata letak batasan masyarakat bisa memanfaatkan alam untuk memuhi kebutuhan hidupnya, dan ada juga alam dalam wilayah tertentu yang tidak boleh dimanfaatkan, bahkan dimasuki oleh masyarakat pun tidak boleh. Alam atau hutan yang tidak boleh dimanfaatkan sering disebut sebagai “Leuweung Larangan” atau dalam bahasa Indonesia disebut “Hutan Larangan”. Hutan larangan disini dalam kebudayaan Sunda dibiarkan tumbuh apa adanya dan tidak boleh diambil manfaatnya. Karena leluhur sunda meyakini bahwa alam adalah sebagai Ibu yang tidak mengandung yang mempunyai peran untuk memberikan kehidupan. Sehingga hanya bisa diambil secukupnya dan sewajarnya serta tidak boleh diambil manfaatnya sembarangan. Konsep hutan larangan, jika ditelisik lebih dalam sama persis dengan konsep hutan cagar alam. Dimana hutan yang masuk dalam kategori cagar alam tidak boleh diambil manfaatnya, bahkan dimasuki oleh sembarangan orang pun tidak boleh, harus ada izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam jika ingin memasuki hutan cagar alam.

Tetapi nilai-nilai luhur kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang masyarakat Indonesia kian ditinggalkan, bahkan cenderung dilupakan. Sangat jarang pemuda-pemuda sekarang yang mau memperlajari dan mendalami tentang kebudayaan leluhur kita. Saya pernah waktu tahun 2019 membuat sebuah quotes yang muncul setelah mengikuti salah satu seminar yang mengupas tuntas tentang harmonisasi alam dan budaya. Kurang lebih seperti ini “Kerusakan alam berangkat dari terkikisnya budaya di masyarakat. Dan masyarakat yang mampu menjaga alam adalah masyarakat yang berbudaya”. Ada sebuah kata-kata yang saya yakini bahwa kata-kata itu muncul dari seorang tokoh terkenal, tapi saya lupa lagi siapa itu, kurang lebihnya tokoh itu mengatakan bahwa jika ingin menghancurkan sebuah peradaban masyarakat, maka jauhkan masyarakat itu dari sejarah dan identitasnya. Dan kata-kata itu sepertinya sangat relevan jika melihat kondisi sosial masyarakat hari ini, khususnya di Indonesia.

Ditambah dengan semakin pesatnya perkembangan zaman, teknologi yang semakin canggih, membuat masyarakat kita -terutama pemuda- semakin di hegemoni oleh hal itu. bukan berarti teknologi itu buruk, tetapi teknologi itu ibarat dua mata pisau, memiliki dampak positif dan negatif. Dan di masyarakat kita, terkadang lebih suka menggunakan teknologi itu untuk memuaskan hasrat dan keinginan, bukan memuaskan intelektualitas dan kebutuhan. Sehingga efeknya, masyarakat diberikan kenyamanan untuk berada pada satu kondisi stagnan dan tidak mau melakukan perubahan bahkan pembaharuan. Sehingga implikasi dari hal tersebut, akan ada banyak degradasi kehidupan yang dialami oleh masyarakat. Yang awalnya masyarakat yang menjunjung tinggi gotong royong dan komunal menjadi masyarakt yang individual, menjadi masyarakat yang konsumtif, instan, dan tidak menghargai pentingnya sebuah proses untuk mendapatkan hasil dari sesuatu yang diinginkan. Yang pada akhirnya, kita sebagai masyarakat Indonesia perlahan-lahan sudah melupakan budaya asli kita sendiri, kita juga perlahan kehilangan identitas kita sebagai masyarakat Indonesia.

Lantas, siapa yang diuntungkan akibat kondisi sepert ini? Tentunya orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan dan mempunyai kepentingan untuk bisa terus menguasai dan mengontrol pola kehidupan sosial masyarakat kita. Kita ambil contoh, berapa banyak sumber daya alam esensial yang dikelola oleh masyarakat kita? Tentu saja jawabannya masih lebih banyak orang-orang luar yang datang ke negara kita sambil membawa perusahaan untuk mengambil dan mangeruk sumber daya alam yang kita punya. Dan tentunya, hal tersebut dipermudah oleh regulasi yang sangat-sangat memudahkan orang luar untuk mengeruk keuntungan di negara kita. Masalah ini akan erat kaitannya dengan para penguasa yang menjalanan pemerintahan hari ini. Karena sudah menjadi tugas dan wewenang pemerintah untuk membuat dan mengesahkan sebuah regulasi atau peraturan. Yang dirugikan tentunya adalah masyarakat kita yang menjadi buruh di rumah kita sendiri, menjadi pekerja dengan upah yang tidak sebanding dengan dampak yang akan dialami oleh masyarakat dalam kehidupannya. Akhirnya, terjadilah sebuah ketimpangan ekonomi dan ketidakmerataan kesejahteraan sosial ekonomi bagi rakyat Indonesia.

Ditambah, masih banyak masyarakat yang belum menyadari situasi krisis ini. Padahal, peran dari masyarakat -terlebih yang sudah sadar- sangat penting untuk mengontrol dan mengkritisi setiap tindak tanduk wakil kita yang tidak mementingkan kemaslahan rakyatnya. Ini semua pastinya membutuhkan sebuah gerakan bersama, sebuah gerakan kesadaran kolektif untuk memecahkan permasalahan ini. Apalagi, bonus demografi yang hari ini dialami oleh Indonesia akan menetukan nasib negara 10 sampai 20 tahun ke depan. Apakah negara akan menuju ke arah kemajuan atau malah sebaliknya.

Yang paling penting untuk saat ini adalah bagaimana kita merubah paradigma ekonomi kapitalistik yang eksploitatif-ekstraktif menuju paradigma ekonomi yang progressif, ekologis, dan kerakyatan. Agar apa? Agar potensi yang dimiliki negara Indonesia bisa dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia dahulu, sebelum menguntungkan para pengusaha luar yang datang ke Indonesia.

Disinilah peran pemuda sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan estafet kehidupan di Indonesia perlu dipupuk dan dikonsolidasikan ke arah-arah ekonomi yang tidak kapitalistik. Tetapi menuju arah ekonomi-ekologis progresif dan bervisi kerakyatan.

Jika kita ingin melakukan pembaharuan dan gerakan ke arah Indonesia yang lebih baik dalam segala sektor, harus ada keinginan dari masyarakatnya terlebih dahulu, lalu disampaikan kepada wakil-wakil masyarakat sebagai sebuah aspirasi bahkan sekaligus solusi. Juga para pemuda yang sudah sedikit sadar agar mau mengkonsolidasikan pengetahuan dan kesadarannya kepada pemuda dan masyarakat yang lain. Agar teciptanya sebuah kemerataan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jangan sampai Indonesia terus menerus mengalami dan mengamini kondisi dimana Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan segala potensi didalamnya, tetapi miskin perekonomian dan kehidupan masyarakatnya.

Terakhir, mengutip salah satu ayat Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d: 11:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ 

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”.