Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Bidang Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (IndParekraf) menggelar diskusi daring bertajuk "Indonesia Darurat MegaKorupsi". Acara ini berlangsung pada 8 Maret 2025 melalui Zoom Meeting dan diikuti oleh ratusan peserta dari kader PMII di seluruh Indonesia serta masyarakat umum.
Diskusi ini menghadirkan dua narasumber, yakni pakar hukum tata negara, Feri Amsari, S.H., M.H., serta tokoh pegiat anti-korupsi, Kurnia Ramadhan. Kegiatan ini menjadi wujud komitmen serius PB PMII dalam mengawal kasus mega korupsi yang berdampak langsung pada masyarakat, negara, serta sektor industri, investasi, dan perekonomian Indonesia.
Dalam pemaparannya, Kurnia Ramadhan menekankan bahwa korupsi bukan sekadar kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat, tetapi juga telah menjadi komoditas politik yang dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
"Kasus mega korupsi saat ini bisa menjadi alat propaganda yang digunakan oleh berbagai pihak untuk memperkuat atau melemahkan lawan politik. Tantangan bagi aktivis PMII dan masyarakat adalah mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur yang benar, yakni sebagai upaya menegakkan hukum secara adil dan transparan, bukan sekadar alat politik yang dimainkan kelompok tertentu," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa penegakan hukum harus independen, media harus objektif, dan masyarakat harus kritis dalam menyikapi berbagai narasi yang beredar. Tanpa itu, korupsi akan terus menjadi komoditas politik yang menghambat kemajuan bangsa.
Senada dengan hal tersebut, Feri Amsari, S.H., M.H. menyoroti bagaimana kasus mega korupsi di Indonesia terus berulang tanpa pernah menyentuh aktor utama di balik layar.
"Setiap kali skandal besar terbongkar, yang terlihat di permukaan hanyalah pergantian pemain—pelaku teknis yang menjadi kambing hitam, sementara dalang utamanya tetap tak tersentuh," ujarnya.
Menurutnya, korupsi di Indonesia bukan sekadar praktik individu, melainkan telah menjadi bagian dari sistem yang mengakar. Jaringan kekuasaan, kepentingan politik, dan lemahnya penegakan hukum menjadi tembok besar yang melindungi aktor-aktor utama dari jeratan hukum.
"Jika hanya pemain yang diganti tanpa membongkar akar sistem korupsi, maka kejahatan ini akan terus berulang. Yang diperlukan bukan sekadar hukuman bagi pelaku teknis, melainkan reformasi menyeluruh dalam sistem hukum, politik, dan birokrasi. Tanpa itu, mega korupsi akan terus menjadi siklus gelap yang menghantui negeri ini," tambahnya.
Ketua Bidang Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif PB PMII, Rama Azizul Hakim, menegaskan bahwa diskusi ini merupakan langkah konkret PMII dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
"Negara harus berani mengambil langkah pasti dalam memberantas korupsi hingga ke akarnya serta melakukan tindakan pencegahan agar praktik ini tidak terus terjadi," tegasnya.
PB PMII juga menyerukan kepada seluruh tingkatan kepengurusan PMII untuk mengadakan kajian dan diskusi guna mengawal kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Sebagai bentuk komitmen, PB PMII menegaskan tiga poin utama:
- Konsisten mengawal kasus mega korupsi hingga diungkap sampai ke akarnya.
- Mendorong seluruh pengurus PMII untuk menghidupkan diskusi khusus dalam mengawal mega korupsi sebagai acuan gerak organisasi.
- Menunggu instruksi dari PB PMII dalam mengambil langkah aksi selanjutnya secara terstruktur dan sistematis di seluruh Indonesia.
Dengan adanya diskusi ini, PB PMII berharap kesadaran kolektif dalam pemberantasan korupsi semakin meningkat serta menjadi langkah nyata dalam memperjuangkan transparansi dan keadilan hukum di Indonesia.