Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di Gelar, Ini Catatan PB PMII

Pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu tujuan utama negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan salah satu caranya adalah menjamin terselenggaranya pendidikan. Namun, menyelenggaran pendidikan ditengah pandemi tentu tidak mudah. Di satu sisi, penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dinilai tidak efektif, utamanya di daerah-daerah yang minim infrastruktur digital. Di sisi lain, agenda pendidikan harus terus berjalan ditengah potensi kehilangan capaian belajar (learning loss) yang terjadi karena efek pandemi di Indonesia. Karenanya pemerintah melalui SKB 4 menteri sudah memulai pembelajaran tatap muka terbatas di sejumlah daerah Indonesia yang berstatus PPKM level 1-3. Pembelajaran tatap muka yang sudah mulai digelar di banyak daerah di Indonesia tidak luput dari berbagai masalah. 

Guna mengurai permasalah pembelajaran tatap muka, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melalui Bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan & Riset menyelenggarakan webinar bertajuk “Meretas Permasalahan Pembelajaran Tatap Muka 2021” pada Minggu, 12 September 2021 jam 14.00 via daring melalui Zoom. Acara webinar tersebut dibuka oleh Muhammad Abdullah Syukri selaku Ketua Umum PB PMII dan Hengki Tornado selaku Ketua Bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan & Riset PB PMII. Dalam pengantarnya Hengki menegaskan bahwa webinar ini diadakan berasal dari keresahan yang muncul ditengah turunnya kualitas pendidikan Indonesia ditengah Pandemi. Sehingga perlu diurai dan dibahas gagasan alternatif untuk memperbaiki masalah yang ada. Senada pernyataan tersebut, Abdullah Syukri selaku Ketua Umum PB PMII juga menambahkan perlunya alternatif model-model pendidikan karena adanya pandemi Covid-19 dan kemungkinan perubahan yang terjadi di masa mendatang. 



Webinar tersebut diikuti oleh ratusan peserta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Beberapa tokohh yang adir dalam webinar tersebut antara lain Mentri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, plt Dirjen Pendidikan Tinggi Prof Nizam Msc, PhD, Guru Besar Manajejemen Pendidikan Prof Sylviana Murni, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Ketua Ikatan Alumni UNJ Juri Ardiantoro PhD dan Sekretaris Bidang Pendidikan PB PMII Robiatul Adawiyah. Syaiful Huda, selaku Ketua Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, menegaskan bahwa pembelajaran tatap muka terbatas ini memang merupakan opsi yang harus dilaksanakan pemerintah. 

“Ada beberapa alasan mengapa PTM terbatas ini harus segera dilakukakn, pertama terjadinya learning loss yang cukup luar biasa. Tingkat pemahaman anak semakin menurun, banyak kemampuan anak-anak kita yang seharusnya kelas empat, tapi kenyataanya dibawah kelas empat. Mungkin kelas dua atau tiga. Mahasiswa juga demikian. Hal itu terjadi karena tidak semua orang tua bisa menjadi guru, guru juga memiliki kegagapan teknologi. Yang terjadi dilapangan PJJ (pembelajaran jarak jauh) hanya efektif sekitar tiga puluh persen”, jelas Syaiful Huda dalam diskusi Minggu siang kemarin. 

Narasumber lainnya, Juri Ardiantoro menuturkan buruknya kualitas infrastruktur pendidikan di  Indonesia menyebabkan ketertinggalan kualitas sumberdaya manusia Indonesia dibandingkan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Ketertinggalan yang nyata ini patut menjadi catatan bersama ditengah disrupsi teknologi yang terjadi dengan begitu cepat. Sehingga semua upaya dari seluruh stakeholder untuk memajukan kualitas pendidikan Indonesia harus didukung, termasuk pembelajaran tatap muka terbatas. Meski demikian, pembelajaran tatap muka terbatas berjalan dengan beberapa catatan dari PB PMII, antara lain kesiapan antar daerah, pelaksanaan protokol kesehatan oleh sekolah, kesiapan satuan tugas Covid-19 di tiap sekolah yang ada di Indonesia dan ketiadaan dana pendidikan bagi sekolah-sekolah yang ada di daerah juga swasta. 

“Seharusnya sebelum pembelajaran tatap muka terbatas ini Kemdikbudriset perlu mengadakan pelatihan kepada guru-guru bagaimana pembelajaran tatap muka daring dan luring dilaksanakan tanpa meninggalkan substansinya. Sehingga, poin menggabungkan daring dan luring ini jangan hanya jadi saluran saja karena terjadinya penurunan kasus,” tutur Robiatul Adawiyah selaku Sekretaris Bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Riset PB PMII. 

Wiwi menambahkan tentang pedoman yang dibuat oleh Kemdikbudristek yang dilakukan dalam masa transisi dua bulan ini perlu di beri catatan kritis. Antara lain pembentukan tim satgas Covid-19 yang melibatkan orang tua tidak efektif. Alasannya karena dalam kenyataannya orang tua yang mengawal pembelajaran saja seringkali gagap dalam mengoperasikan alat dan memastikan kualitas pembelajaran. Catatan lain dari PB PMII adalah mengenai monitoring protokol kesehatan disekolah ditengah infrastruktur penunjang yang ada sebagian banyak sekolah di Indonesia yang masih minim. Seperti contoh ketersediaan air bersih, hand sanitizer dan lain-lain, utamanya di sekolah yang jauh dari pusat kota dan sekolah-sekolah swasta.

Di akhir sesi salah seorang peserta bertanya ke narasumber tentang pengawalan, koordinasi serta sinkronisasi antar lembaga, antara pemerintah daerah serta pemerintah pusat yang seringkali menimbulkan permasalah di lapangan. Karena seringkali instruksi dari pemerintah pusat untuk membuka sekolah tidak dilaksanakan di daerah. Karena menurut data SPAB Kemdikbud hanya 37% yang baru melaksanakan pembelajaran tatap muka, sementara sisanya masih menyelanggarakan pembelajaran jarak jauh. Padahal data kasus Covid-19 di Indonesia cenderung terus mengalami penurunan. Hal itu dijawab oleh Syaiful Huda yang mengatakan bahwa sinkronisasi memang masih perlu ditingkatkan ke depannya. Ia mengaku telah mengingatkan Nadiem Makarim rendahnya daerah yang melakukan pembelajaran tatap muka di Indonesia. 

“Kami ingin memastikan bahwa sekolah menjadi tempat yang paling aman dan nyaman di tengah situasi pandemi ini. Kami juga ingin memastikan bahwa sektor pendidikan juga menjadi sektor prioritas ditengah gejolak pandemi. Kami berterimakasih atas catatan dari PB PMII”, tutur Syaiful Huda di akhir diskusi. 

22 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *