Oleh: Lubis, S.H., M.H.
Wakil Bendahara Umum PB PMII
Setiap zaman melahirkan tantangannya sendiri, dan setiap generasi kader PMII dituntut untuk menjawabnya. Kini, ketika dunia bergulat dengan krisis multidimensi—ekologi, digital, sosial, hingga politik—PMII kembali dihadapkan pada panggilan sejarah: menjadi lokomotif perubahan. Di bawah kepemimpinan M.Shofiyulloh Cokro, Ketua Umum PB PMII 2024–2027, lembaran baru dibuka dengan tekad kuat untuk menegaskan posisi PMII sebagai pelopor gerakan perdamaian, keadilan, dan keberlanjutan.
PMII tidak lagi hanya sebagai ruang aktivisme, tetapi juga sebagai pusat inovasi, kaderisasi strategis, dan penguatan ekonomi kerakyatan. Visi yang diusung Ketua Umum bukan sekadar mimpi, melainkan peta jalan menuju organisasi yang mandiri, progresif, dan adaptif.
Pilar Visi: Perdamaian, Keadilan, dan Keberlanjutan
Dalam berbagai kesempatan, Ketua Umum PB PMII menegaskan bahwa organisasi ini harus menjadi kekuatan moral yang aktif merespons dinamika sosial dengan pendekatan kolaboratif dan solutif. PMII harus menjadi jembatan bagi kelompok yang terfragmentasi, ruang diskusi antar ideologi, dan penggerak nilai keadilan sosial.
“PMII bukan sekadar tempat berorganisasi, tetapi ruang pembentukan karakter bangsa,” ungkap Ketum Cokro dalam pidato kebangsaannya di hadapan kader se-Indonesia. Visi tersebut sejalan dengan semangat tokoh PMII terdahulu, seperti H. Mahbub Djunaidi, yang selalu mendorong kader untuk menjadi insan cendekia yang mampu membaca zaman dan bersikap sesuai dengan kebutuhan umat dan bangsa.
Kemandirian dan Ekonomi Kader
Visi besar Ketua Umum menekankan pentingnya kemandirian organisasi, terutama dalam aspek ekonomi. PMII diarahkan untuk membangun ekosistem kewirausahaan kader, memperkuat UMKM, dan menciptakan ruang kolaborasi antar kader dalam bidang ekonomi.
Program inkubasi usaha, pelatihan manajemen bisnis, hingga pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas tengah digalakkan. Semua ini bertujuan agar PMII tidak hanya mengandalkan donatur eksternal, tapi mampu membiayai gerakannya sendiri secara mandiri dan berkelanjutan.
Dalam peluncuran program “Ekonomi Kader Mandiri,” Tum Shofi menegaskan, “Kita harus membangun kekuatan ekonomi dari kader, oleh kader, dan untuk kader.” Pandangan ini mencerminkan semangat lama yang relevan, sebagaimana disampaikan almarhum H. Mahbub Djunaidi: “Gerakan mahasiswa harus punya otot ekonomi agar tak mudah dikendalikan.”
Kaderisasi Adaptif dan Kontekstual
Ketua Umum PB PMII memberikan perhatian besar terhadap kaderisasi sebagai jantung organisasi. Namun, orientasi kaderisasi tidak lagi terbatas pada pemahaman ideologis semata, melainkan diperluas ke penguasaan teknologi, politik kebangsaan, literasi digital, dan kepemimpinan berbasis data.
Setiap kader didorong untuk memiliki visi pribadi sebagai agen perubahan. Dalam berbagai forum nasional, Ketua Umum menyampaikan pentingnya memperluas spektrum kaderisasi agar kader tidak hanya unggul di ruang wacana, tapi juga siap masuk ke ruang-ruang strategis nasional dan global.
PMII juga terus mendorong penguatan kaderisasi berbasis wilayah: di pesisir fokus pada ekonomi maritim, di perkotaan pada digitalisasi dan literasi finansial, dan di wilayah agraris pada pertanian cerdas dan agroindustri.
Seperti yang pernah dikatakan sahabat Ali Masykur Musa, “PMII harus menjadi pelopor intelektual-organik yang tidak hanya hadir di ruang kuliah, tetapi juga di jantung kehidupan masyarakat.”
Digitalisasi PMII dan Era Teknologi
Menyadari pentingnya transformasi digital, Ketua Umum mendorong PMII untuk mengembangkan sistem organisasi berbasis digital. Dari pendataan kader, sistem pelatihan daring, hingga platform komunikasi antar komisariat, semua diarahkan pada efisiensi dan modernisasi organisasi.
Salah satu langkah konkret adalah pengembangan platform “PMII Connect”, aplikasi berbasis digital yang menjadi pusat data kader, ruang diskusi, serta tempat distribusi modul pelatihan dan info beasiswa. Ini menjadi wujud nyata komitmen PMII untuk mengikuti arus kemajuan teknologi.
Tum Cokro menegaskan, “Organisasi besar bukanlah yang punya sejarah panjang, tapi yang punya sistem kuat dan responsif terhadap zaman.” Sebagaimana ditegaskan juga oleh sahabat Zainul Arifin Mochtar, “PMII harus punya kecepatan gerak dan ketepatan langkah dalam menjawab perubahan sosial dan teknologi.”
PMII dan Kontribusi Kebangsaan
PMII memiliki tanggung jawab sejarah dalam menjaga keutuhan bangsa dan ikut serta dalam pembangunan nasional. Ketua Umum menekankan bahwa PMII tidak boleh menjadi penonton dalam proses-proses penting bangsa. Kader harus hadir sebagai policy maker, public intellectual, maupun social leader.
Program pelatihan kepemimpinan strategis, simulasi politik kebijakan, hingga diplomasi internasional sedang dibangun untuk memperkuat kapasitas kader dalam berkontribusi pada pembangunan bangsa. PMII harus aktif di parlemen, birokrasi, dunia usaha, media, dan sektor pendidikan.
Dalam Rakernas PB PMII 2025, Tum Cokro menekankan, “Kita tidak boleh hanya mengkritik kekuasaan. Kita harus siap mengisi dan memperbaiki dari dalam.” Semangat ini sesuai dengan pesan H. Ali Yafie, salah satu tokoh ulama dan pembina PMII: “Gerakan mahasiswa harus menjadi penyeimbang antara kekuasaan dan rakyat.”
Menjaga Tradisi, Membuka Inovasi
PMII tumbuh dari rahim Nahdlatul Ulama dan berakar pada tradisi Ahlussunnah wal Jamaah. Namun, akar tradisi itu tidak membuatnya jumud. Ketua Umum mengarahkan PMII untuk tetap menjaga nilai-nilai keislaman yang moderat, namun tetap berani menjelajah ruang-ruang pemikiran dan inovasi baru.
Program kajian kitab, halaqah nasional, hingga digitalisasi khazanah klasik Islam dirancang agar tradisi tetap hidup namun dikemas dengan pendekatan kekinian. Sebagaimana Tum Cokro sampaikan: “PMII harus menjulang tinggi, tapi akarnya tetap menancap dalam.”
Sebagaimana juga dikatakan sahabat Agus Salim Sitompul, “Tradisi bukanlah penghambat perubahan, tapi landasan yang kokoh untuk melompat lebih tinggi.”
Penutup: PMII sebagai Rumah Besar Perubahan
Arah baru PMII di bawah kepemimpinan M.Shofiyulloh Cokro adalah bentuk jawaban terhadap tuntutan zaman. Visi perdamaian, keadilan, dan keberlanjutan bukan sekadar cita-cita, tetapi tanggung jawab kolektif seluruh kader.
PMII sedang bergerak dari organisasi biasa menjadi kekuatan besar—organisasi kaderisasi yang membumi, namun berpikir global; yang menjaga tradisi, namun juga mendorong inovasi; yang mandiri, profesional, dan relevan.
Sebagaimana pesan Mahbub Djunaidi, “PMII bukan hanya tempat belajar berorganisasi, tetapi tempat belajar menjadi manusia.” Maka tugas kita hari ini adalah menjaga rumah besar ini tetap hangat, terbuka, dan siap menampung semangat juang kader-kader terbaik bangsa.
PMII: Kuat, Mandiri, dan Inovatif. Inilah era baru. Inilah gerakan kita.