Seleksi Alam
dalam Organisasi, Siapa takut!
Wahyuni Della Sari, Bendahara Hubungan
Internasional dan Jaringan Luar Negeri KOPRI PB PMII
Jika di tanya
apa yang menjadi tantangan di dalam organisasi? jawaban mayoritas kita adalah
sama “kekurangan orang” “tidak ada yang mau menggerakan organisasi” “pada
sibuk” “memilih bekerja” “seleksi alam” “saya lagi-saya lagi” jawaban ini saya
yakin juga pernah didengar oleh teman-teman. Ya jawaban ini memang “exist” akan
selalu ada. Karena memang dalam membangun sebuah organisasi, situasi “seleksi
alam” akan selalu kita temui, mau di organisasi atau mungkin dalam dunia
professional yang kita geluti.
Makna jawaban
ini bisa dilihat dari berbagai perspektif. Dalam tulisan ini saya akan melihat
dari perspektif Kita yang merupakan pemimpin atau penggerak dari organisasi.
Mengapa situasi “seleksi alam” ini muncul? Sebagian besar karena ada kebosanan
kesenjangan antara realita organisasi dan visi organisasi, kemudian muncul juga
kecenderungan untuk menyalahkan orang yang memilih terjun ke dalam seleksi
alam, atau menghilang dari peran dalam organisasi. Kita cinderung menilai penggerak
yang tidak aktif karena ia tidak memiliki semangat berorganisasi. Merasa bahwa
organisasi tidak bisa memberikan manfaat untuk mereka, bahkan kita kadang
merasa tidak menjadi prioritas sebagai pimpinan karena tim tidak mau aktif di
organisasi, padahal kita sudah memberi posisi.
Adakah penilaian ini muncul di dalam pikiran
kita? Saya yakin pikiran ini muncul. Mungkin tidak semuanya tapi beberapa
cuitan-cuitan penilain itu hadir. Nah sebenarnya seleksi alam itu proses yang
bagaimana? Apakah ada cara untuk menyelamatkan organisasi dari krisis akibat
seleksi alam? “Seleksi alam” pada dasarnya merupakan salah satu syarat terjadi
pertumbuhan dalam organisasi kita. Di dalam teori situasional leadership milik
Ken Blanchard dan Harsey dipaparkan bahwa untuk menentukan model kepemimpinan
yang sesuai dengan situasi organisasi. Seorang pemimpin perlu memahami
bagaimana perkembangan organisasi dan juga perkembangan penggerak yang ada di
dalamnya. Dalam teori Situasional Leadrship Ken dan Harsey menjelaskan ada empat tahapan
agar organisasi dapat berkembang dan dapat “sustain”.
Tahap
perkembangan tim ini dimulai dengan masa Orientasi atau biasa kita kenal dengan
masa penjajakan. Di fase ini adalah fase yang menyenangkan, apalagi bagi orang
yang baru bergabung di dalam satu organisasi. Punya ekspektasi tinggi, karena
mendapat informasi tentang bagaimana visi organisasi dan apa yang dilakukan
orang-orang di organisasi tersebut. Semangat menjadi sangat berapi-api, namun
belum ada aktivitas yang dilakukan oleh si penggerak. Disini peran seorang
pemimpin masih full directing, high directing low support. Pada tahap
ini peran pemimpin sangat diperlukan situasi leadership berfokus pada
mengarahkan dengan penuh dengan mengarahkan melalui rincian terkait organisasi,
bagaimana proses yang dihadapi, apa saja peran-peran yang dilakukan. Fungsi kontrol
seorang pemimpin amat sangat diperlukan dalam fase ini. Namun jika high
directing tidak di jalankan, maka di tahap inilah semangat dan
produktifitas menurun dan akan memasuki tahap kebingungan (Dissatification)
yang berujuk pada bertahan di organisasi atau memutuskan untuk pergi.
Di tahap
kedua ini yang disebut sebagai tahap Dissatisfaction atau tahap
ketidakpuasan. Di tahap ini sebenarnya tahap yang akan menentukan proses
seleksi alam tersebut. Di tahap ini seorang pemimpin perlu awas, dan
benar-benar memperhatikan anggotanya. Di tahap ini jika tidak ada aktivitas
maka semangat yang tadinya memuncak akan perlahan menurun. Mengapa menurun?
Karena ternyata realitas dan ekspektasi terhadap organisasi tidak seperti yang
dibayangkan karena ekspektasi yang tak sesuai realita ini membuat orang
kemudian berpikir ulang untuk bergabung atau aktif di dalam organisasi, karena
merasa organisasinya flat. Disinilah seleksi alam bekerja, ada yang
memilih bertahan dan ada yang memilih menetap. Yang memilih menetap adalah
orang yang menyadari bahwa untuk bisa mewujudkan sebuah visi harus dimulai dari
diri kita sebagai penggerak, kitalah yang harus memulai. Disinilah peran
seorang pemimpin diperlukan, peran yang dimainkan adalah Coaching membersamai
timnya dengan memberikan arahan dan memberi dukungan penuh (high-directing,
high supporting) seorang pemimpin perlu membangun kepercayaan penggerak dan
menyedikan bimbingan untuk memperkuat kapasitas dan memudahkan penggerakuntuk
melakukan aktivitas organisasi, sehingga penggerak dapat melakukan aktivitas
yang bisa menunjang organisasi maupun meningkatkan kualitasnya sebagai
penggerak.
Di tahap
ketiga adalah tahap Integration atau tahap integrasi, di tahap ini
semangat yang tadinya turun karena ada aktivitas dan coaching dari
seorang pemimpin mulai meningkatk Kembali, antara semangat dan produktivitas
mulai berjalan beriringan dan Simbang. Di tahap ini mulai tampak kejelasan
mekanisme karena tiap penggerak memahami cara main atau aturan. Mulai jelas apa
yang menjadi tugas dan peran yang dapat dimainkan, serta komitmen untuk
menggerakan dimulai, tim menjadi respect dan solid karena menghargai
peran dan tugas serta komitmen yang telah di buat. Apa peran seorang pemimpin
pada tahap ini? Peran seoarang pemimpin adalah supporting, low direction and
high support yakni arahan yang minim, namun dukungan tinggi. Arahan pimpinan
tidak banyak dan lebih banyak memberikan dukungan dan bantuan kepada penggerak.
Di tahap ini pemimpin terbuka atas ide, masukan, dan evaluasi dari apa yang
dilakukan. Jika tahap ini semakin meningkat maka tibalah kita di tahap
production dimana semangat dan produktifitas berjalan beriringan.
Di tahap ini organisasi telah berada di level tertinggi dimana visi telah terwujud berkat aktivitas rutin yang dilakukan, Production. Ditahap ini pula momentum organisasi telah lahir. Produktivitas semakin optimal, komitmen sangat tinggi, tidak perlu disanksikan. Dan tentu high trus kepercayaan menjadi sangat tinggi antar tim. Apakah jika telah berada di tahap ini organisasi tidak akan mengalami situasi “seleksi alam” Kembali? Tentu 4 tahap ini bisa Kembali terjadi apabila terjadi regenerasi atau perubahan dalam tim. Namun bagi organisasi yang sudah berada di tahap empat biasanya ia akan cukup mudah menghadapi situasi dan bekal dari pengalaman sebelumnya. Gambar lebih jelas yang menjelaskan 4 tahap perkembangan organisasi sebagai berikut
Inilah siklus
perkembangan organisasi dan tim yang
kita sering kita hadapi. Proses “seleksi alam” adalah sebuah keniscayaan dalam
tumbuh kembangnya organisasi. Untuk menyerah atau berjuang melawan seleksi
alam, Kembali pada tekad seorang pemimpin. Menjadi seorang pemimpin bukan hanya
duduk di kursi singgasana dan menjadi untouchable. Menjadi pemimpin adalah
sebuah cita-cita untuk menggerakan, untuk mengajak semua element bergerak
bersama. Maka untuk bisa bergerak secara terus menerus bukan tim yang diminta
bergerak, tapi bagaimana seorang pemimpin memulai langkah awal dan memberi
contoh kepada timnya. Dalam buku Stephen covey dijelaskan bahwa paradigma utama
dari seorang pemimpin adalah paradigma inside-out, yakni memulai sesuatu
dari dalam dirinya, menjadi proaktif dan siap mengambil inisiastif. Jika kita
terus berlatih mengasah kemampuan mengembangan diri sendiri dengan baik,
percayalah kita dapat menggerakan pula orang lain sehingga masalah “seleksi
alam” bukan jadi sebuah ketakutan dalam berorganisasi tapi menjadi salah satu
bagian yang dapat dilalui oleh setiap pemimpin.